Selasa, 28 Januari 2014
Kamis, 16 Januari 2014
Sifat Fisik Mineral
Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan penyusun
atom-atom yang beraturan, maka setiap jenis mineral mempunyai
sifat-sifat fisik/kimia tersendiri. Dengan mengenal sifat-sifat tersebut
maka setiap jenis mineral dapat dikenal, sekaligus kita mengetahui
susunan kimiawinya dalam batas-batas tertentu (Graha,1987)
Sifat-sifat fisik yang dimaksudkan adalah:
- Kilap (luster)
- Warna (colour)
- Kekerasan (hardness)
- Cerat (streak)
- Belahan (cleavage)
- Pecahan (fracture)
- Bentuk (form)
- Berat Jenis (specific gravity)
- Sifat Dalam
- Kemagnetan
- Kelistrikan
- Daya Lebur Mineral
Kilap
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena cahaya (Sapiie, 2006)
Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi jenis:
a. Kilap Logam (metallic luster): bila mineral tersebut mempunyai kilap atau kilapan seperti logam. Contoh mineral yang mempunyai kilap logam:
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena cahaya (Sapiie, 2006)
Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi jenis:
a. Kilap Logam (metallic luster): bila mineral tersebut mempunyai kilap atau kilapan seperti logam. Contoh mineral yang mempunyai kilap logam:
- Gelena
- Pirit
- Magnetit
- Kalkopirit
- Grafit
- Hematit
b. Kilap Bukan Logam (non metallic luster), terbagi atas:
- Kilap Intan (adamantin luster), cemerlang seperti intan.
- Kilap kaca (viteorus luster), misalnya pada kuarsa dan kalsit.
- Kilap Sutera (silky luster), kilat yang menyeruai sutera pada umumnya terdapat pada mineral yang mempunyai struktur serat, misalnya pada asbes, alkanolit, dan gips.
- Kilap Damar (resinous luster), memberi kesan seperti damar misalnya pada spharelit.
- Kilap mutiara (pearly luster), kilat seperti lemak atau sabun, misalnya pada serpentin,opal dan nepelin.
- Kilap tanah, kilat suram seperti tanah lempung misalnya pada kaolin, bouxit dan limonit.
Kilap mineral sangat penting untuk diketahui, karena sifat fisiknya
ini dapat dipakai dalam menentukan mineral secara megaskopis. Untuk itu
perlu dibiasakan membedakan kilap mineral satu dengan yang lainnya,
walaupun kadang-kadang akan dijumpai kesulitan karena batas kilap yang
satu dengan yang lainnya tidak begitu tegas (Danisworo 1994).
Warna
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak dapat diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Sebagai contoh, kuarsa dapat berwarna putih susu, ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna. Walau demikian ada beberapa mineral yang mempunyai warna khas, seperti:
Warna
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak dapat diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Sebagai contoh, kuarsa dapat berwarna putih susu, ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna. Walau demikian ada beberapa mineral yang mempunyai warna khas, seperti:
- Putih : Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O), Gypsum (CaSO4.H2O), Milky Kwartz (Kuarsa Susu) (SiO2)
- Kuning : Belerang (S)
- Emas : Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), Ema (Au)
- Hijau : Klorit ((Mg.Fe)5 Al(AlSiO3O10) (OH)), Malasit (Cu CO3Cu(OH)2)
- Biru : Azurit (2CuCO3Cu(OH)2), Beril (Be3Al2 (Si6O18))
- Merah : Jasper, Hematit (Fe2O3)
- Coklat : Garnet, Limonite (Fe2O3)
- Abu-abu : Galena (PbS)
- Hitam : Biotit (K2(MgFe)2(OH)2(AlSi3O10)), Grafit (C), Augit
Kekerasan
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral dapat membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras .
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral dapat membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras .
Skala Kekerasan Mohs
Skala Kekerasan | Mineral | Rumus Kimia |
1 | Talc | H2Mg3 (SiO3)4 |
2 | Gypsum | CaSO4. 2H2O |
3 | Calcite | CaCO3 |
4 | Fluorite | CaF2 |
5 | Apatite | CaF2Ca3 (PO4)2 |
6 | Orthoklase | K Al Si3 O8 |
7 | Quartz | SiO2 |
8 | Topaz | Al2SiO3O8 |
9 | Corundum | Al2O3 |
10 | Diamond | C |
Sebagai perbandingan dari skala tersebut di atas maka di bawah ini diberikan kekerasan dari alat penguji standar :
Alat Penguji | Derajat Kekerasan Mohs |
Kuku manusia | 2,5 |
Kawat Tembaga | 3 |
Paku | 5,5 |
Pecahan Kaca | 5,5 – 6 |
Pisau Baja | 5,5 – 6 |
Kikir Baja | 6,5 – 7 |
Kuarsa | 7 |
Cerat
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah. Contohnya :
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah. Contohnya :
- Pirit : Berwarna keemasan namun jika digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan jejak berwarna hitam.
- Hematit : Berwarna merah namun bila digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan jejak berwarna merah kecoklatan.
- Augite : Ceratnya abu-abu kehijauan
- Biotite : Ceratnya tidak berwarna
- Orthoklase : Ceratnya putih
Warna serbuk, lebih khas dibandingkan dengan warna mineral secara
keseluruhan, sehingga dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi mineral
(Sapiie, 2006).
Belahan
Balahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu atau lebih arah tertentu. Belahan merupakan salah satu sifat fisik mineral yang mampu membelah yang oleh sini adalah bila mineral kita pukul dan tidak hancur, tetapi terbelah-belah menjadi bidang belahan yang licin. Tidak semua mineral mempunyai sifa ini, sehingga dapat dipakai istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau tidak dapa dibelah. Tenaga pengikat atom di dalam di dalam sruktur kritsal tidak seragam ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui bidang-bidang tersebut. Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar dan teratur (Danisworo, 1994).
Balahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu atau lebih arah tertentu. Belahan merupakan salah satu sifat fisik mineral yang mampu membelah yang oleh sini adalah bila mineral kita pukul dan tidak hancur, tetapi terbelah-belah menjadi bidang belahan yang licin. Tidak semua mineral mempunyai sifa ini, sehingga dapat dipakai istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau tidak dapa dibelah. Tenaga pengikat atom di dalam di dalam sruktur kritsal tidak seragam ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui bidang-bidang tersebut. Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar dan teratur (Danisworo, 1994).
Contoh mineral yang mudah membelah adalah kalsit yang mempunyai tiga
arah belahan sedang kuarsa tidak mempunyai belahan. Berikut contoh
mineralnya:
a. Belahan satu arah, contoh : muscovite.
b. Belahan dua arah, contoh : feldspar.
c. Belahan tiga arah, contoh : halit dan kalsit.
a. Belahan satu arah, contoh : muscovite.
b. Belahan dua arah, contoh : feldspar.
c. Belahan tiga arah, contoh : halit dan kalsit.
Pecahan
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah yang tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan sinar seperti cermin datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke segala arah dengan tidak teratur (Danisworo, 1994).
Pecahan mineral ada beberapa macam, yaitu:
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah yang tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan sinar seperti cermin datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke segala arah dengan tidak teratur (Danisworo, 1994).
Pecahan mineral ada beberapa macam, yaitu:
- Concoidal: bila memperhatikan gelombang yang melengkung di permukaan pecahan, seperti kenampakan kulit kerang atau pecahan botol. Contoh Kuarsa.
- Splintery/fibrous: Bila menunjukkan gejala seperti serat, misalnya asbestos, augit, hipersten
- Even: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan halus, contoh pada kelompok mineral lempung. Contoh Limonit.
- Uneven: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan yang kasar, contoh: magnetit, hematite, kalkopirite, garnet.
- Hackly: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan kasar tidak teratur dan runcing-runcing. Contoh pada native elemen emas dan perak.
Bentuk
Mineral ada yang berbentuk kristal, mempunyai bentuk teratur yang dikendalikan oleh system kristalnya, dan ada pula yang tidak. Mineral yang membentuk kristal disebut mineral kristalin. Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas disebut amorf (Danisworo, 1994).
Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas, misalnya:
a. Bangun kubus : galena, pirit.
b. Bangun pimatik : piroksen, ampibole.
c. Bangun doecahedon : garnet
Mineral amorf misalnya : chert, flint.
Mineral ada yang berbentuk kristal, mempunyai bentuk teratur yang dikendalikan oleh system kristalnya, dan ada pula yang tidak. Mineral yang membentuk kristal disebut mineral kristalin. Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas disebut amorf (Danisworo, 1994).
Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas, misalnya:
a. Bangun kubus : galena, pirit.
b. Bangun pimatik : piroksen, ampibole.
c. Bangun doecahedon : garnet
Mineral amorf misalnya : chert, flint.
Kristal dengan bentuk panjang dijumpai. Karena pertumbuhan kristal
sering mengalami gangguan. Kebiasaan mengkristal suatu mineral yang
disesuaikan dengan kondisi sekelilingnya mengakibatkan terjadinya
bentuk-bentuk kristal yang khas, baik yang berdiri sendiri maupun di
dalam kelompok-kelompok. Kelompok tersebut disebut agregasi mineral dan
dapat dibedakan dalam struktur sebagai berikut:
- Struktur granular atau struktur butiran yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang mempunyai dimensi sama, isometrik. Dalam hal ini berdasarkan ukuran butirnya dapat dibedakan menjadi kriptokristalin/penerokristalin (mineral dapat dilihat dengan mata biasa). Bila kelompok kristal berukuran butir sebesar gula pasir, disebut mempunyai sakaroidal.
- Struktur kolom: terdiri dari prisma panjang-panjang dan ramping. Bila prisma tersebut begitu memanjang, dan halus dikatakan mempunyai struktur fibrous atau struktur berserat. Selanjutnya struktur kolom dapat dibedakan lagi menjadi: struktur jarring-jaring (retikuler), struktur bintang (stelated) dan radier.
- Struktur Lembaran atau lameler, terdiri dari lembaran-lembaran. Bila individu-individu mineral pipih disebut struktur tabuler,contoh mika. Struktur lembaran dibedakan menjadi struktur konsentris, foliasi.
- Sturktur imitasi : kelompok mineral mempunyai kemiripan bentuk dengan benda lain. Mineral-mineral ini dapat berdiri sendiri atau berkelompok.
Bentuk kristal mencerminkan struktur dalam sehingga dapat
dipergunakan untuk pemerian atau pengidentifikasian mineral (Sapiie,
2006).
Berat Jenis
Adalah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Cara
yang umum untuk menentukan berat jenis yaitu dengan menimbang mineral
tersebut terlebih dahulu, misalnya beratnya x gram. Kemudian mineral
ditimbang lagi dalam keadaan di dalam air, misalnya beratnya y gram.
Berat terhitung dalam keadaan di dalam air adalah berat miberal
dikurangi dengan berat air yang volumenya sama dengan volume butir
mineral tersebut.
Sifat Dalam
Adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong, menghancurkan, membengkokkan atau mengiris. Yang termasuk sifat ini adalah
Adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong, menghancurkan, membengkokkan atau mengiris. Yang termasuk sifat ini adalah
- Rapuh (brittle): mudah hancur tapi bias dipotong-potong, contoh kwarsa, orthoklas, kalsit, pirit.
- Mudah ditempa (malleable): dapat ditempa menjadi lapisan tipis, seperti emas, tembaga.
- Dapat diiris (secitile): dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh, contoh gypsum.
- Fleksible: mineral berupa lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah dan sesudah bengkok tidak dapat kembali seperti semula. Contoh mineral talk, selenit.
Blastik: mineral berupa lapisan tipis dapat dibengkokkan
tanpa menjadi patah dan dapat kembali seperti semula bila kita henikan
tekanannya, contoh: muskovit.
Kemagnitan
Adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Diatakan sebagai feromagnetic bila mineral dengan mudah tertarik gaya magnet seperti magnetik, phirhotit. Mineral-mineral yang menolak gaya magnet disebut diamagnetic, dan yang tertarik lemah yaitu paramagnetic. Untuk melihat apakah mineral mempunyai sifat magnetik atau tidak kita gantungkan pada seutas tali/benang sebuah magnet, dengan sedikit demi sedikit mineral kita dekatkan pada magnet tersebut. Bila benang bergerak mendekati berarti mineral tersebut magnetik. Kuat tidaknya bias kita lihat dari besar kecilnya sudut yang dibuat dengan benang tersebut dengan garis vertikal.
Adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Diatakan sebagai feromagnetic bila mineral dengan mudah tertarik gaya magnet seperti magnetik, phirhotit. Mineral-mineral yang menolak gaya magnet disebut diamagnetic, dan yang tertarik lemah yaitu paramagnetic. Untuk melihat apakah mineral mempunyai sifat magnetik atau tidak kita gantungkan pada seutas tali/benang sebuah magnet, dengan sedikit demi sedikit mineral kita dekatkan pada magnet tersebut. Bila benang bergerak mendekati berarti mineral tersebut magnetik. Kuat tidaknya bias kita lihat dari besar kecilnya sudut yang dibuat dengan benang tersebut dengan garis vertikal.
Kelistrikan
Adalah sifat listrik mineral dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu pengantar arus atau londuktor dan idak menghantarkan arus disebut non konduktor. Dan ada lagi istilah semikonduktor yaitu mineral yang bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu.
Adalah sifat listrik mineral dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu pengantar arus atau londuktor dan idak menghantarkan arus disebut non konduktor. Dan ada lagi istilah semikonduktor yaitu mineral yang bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu.
Daya lebur mineral
Yaitu meleburnya mineral apabila dipanaskan, penyelidikannya dilakukan dengan membakar bubuk mineral dalam api. Daya leburnya dinyatakan dalam derajat keleburan.
Rabu, 15 Januari 2014
Batubara
Batubara adalah benda padat berwarna coklat hingga
hitam, kekerasannya kurang dari 3 skala mohs disebut ‘’Paytogenous rock’’
atau batuan berasal dari diagnesia tumbuhan (flora) sebagai
mineral energy berupa batuan yang dapat dibakar membara dan memberikan energi
panas berkomposisi organic maseral sedikit mineral dengan penyusun unsur utama
yaitu karbon (C), serta sedikit unsur oksigen (O), hidrogen (H), dan nitrogen
(N). Sifat kimia berbagai jenis batubara ditentukan oleh jenis dan jumlah
unsur kimia yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan asalnya (PABA 1982). Adapun
beberapa unsur dan kondisi yang menyebabkan suatu tumbuh-tumbuhan itu
bisa berubah menjadi batubara antara lain yaitu:
- Bakteri pembusuk
-
Temperature
- Waktu
-
Tekanan
Waktu pemanasan juga merupakan hal yang berpengaruh
terhadap tingkat pematangan batubara, dimana waktu pemanasan yang lebih lama
akan menghasilkan tingkat pematangan batubara yang lebih tinggi. Oleh karena
itu batubara yang berumur lebih tua akan mempunyai tingkat pembatubaraan (Coalitification)
yang lebih tinggi.
Tekanan juga merupakan pengaruh terhadap proses
pematangan batubara, hanya saja pengaruhnya relative kecil bila dibandingkan
dengan temperature dan waktu dalam hal ini tekanan hanya berfungsi untuk
memadatkan bahan organic dan menekan keluar kandungan air yang ada di dalam
batubara.
Perubahan komposisi kimia jenis batubara mulai dari
jenis gambut (Peat) sampai pada jenis antrasit disebut tingkatan batubara (Coal
rank). Tingkatan atau peringkat batubara dapat ditentukan dengan berpedoman
pada beberapa parameter yang sangat penting diantaranya adalah analisis ultimat
dan analisis proksimat.
Cara Terbentuknya Batubara
Batubara terbentuk sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati
dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang
sangat lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) yang dipengaruhi oleh
proses fisika dan kimia ataupun keadaan geologi. Komposisi kimia batubara
hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur
utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. hal ini mudah cdimengerti
karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses
pembatubaraan (coalification).
Apabila jaringan tumbuhan dibakar dalam suasana
reduksi, yaiitu dengan cara sesudah jaringan tumbuhan disulut dengan api
kemudian diatas tumpukan ditutup tanah agar tidak berhubungan dengan udara luar
(agar jaringan tumbuhan tidak terbakar) maka jaringan tumbuhan (kayu) akan
menjadi arang kayu. Agar nyala api yang ada di dalam kayu mati, maka kayu tersebut
segera disiram dengan air sehingga terbentuknya arang kayu. Makin keras kayu
yang dipergunakan sebagai bahan baku, arang kayu yang dihasilkan mutunya makin
baik. Komposisi kimia utama arang kayu serupa dengan komposisi kimia utama
batubara. Perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan
inovasi manusia selama jangka waktu yang pendek, dengkan batubara terbrntuk
oleh proses alam selama jangka waktu ratusan hingga ribuaan juta tahun. Karena
batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak parameter yang akan
berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter yang
berpengaruh makin tinggi mutu barubara yang terbentuk.
Tempat Terbentuknya Batubara
Berdasarkan tempat terbentuknya batubara, maka ada dua
teori yang menjelaskan tentang terbentuknya batubara dialam ini yaitu: teori
insitu dan teori drift (Krevelan, 1993).
A. Teori Insitu
Teori insitu menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk
lapisan batubara terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan tersebut mati, namun
belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan
mengalami proses coalification.
Jenis batubara ini mempunyai penyebaran yang luas dan
merata serta kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil. Jenis
batubara yang terbentuk dengan cara seperti ini di Indonesia terdapat di Muara
Enim Sumatera Selatan (Sukandarrumidi, 1995).
B. Teori Drift
Teori ini menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk
lapisan batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup
dan berkembang atau lapisan batubara yang terbentuk jauh dari tumbuh-tumbuhan
asal itu berada.
Proses pembentukan batubara ini dimana tumbuh-tumbuhan
yang telah mati dan diangkat oleh air dan berakumulasi disuatu tempat yang
tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses cilification. Jenis batubara
yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas dan kualitasnya
kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama
selama proses pengakutan dari tempat asal ke tempat sedimentasi. Jenis batubara
yang terbentuk dengan cara seperti ini, di Indonesia terdapat di Delta Mahakam
Purba, Kalimantan Timur (Sukandarrumidi, 1995).
Proses Pembentukan Batubara
Batubara berasal dari sisa tumbuhan yang mengalami
proses pembusukan, pemadatan yang telah tertimbung oleh lapisan diatasnya,
pengawetan sisa-sisa tanaman yang dipengaruhi oleh proses biokimia yaitu
pengubahan oleh bakteri. Akibat pengubahan oleh bakteri tersebut, maka
sisa-sisa tumbuhan kemudian terkumpul sebagai suatu masa yang mampat yang
disebut gambut (Peatification) terjadi karena akumulasi sisa-sisa
tanaman tersimpan dalam kondisi reduksi didaerah rawa dengan system draenase
yang buruk yang mengakibat selalu tergenang oleh air, yang pada umumnya
mempunyai kedalaman 0,5-1,0 meter. Gambut yang telah terbentuk lama-kelamaan
tertimbung oleh endapan-endapan seperti batulampung, batulanau dan batupasir.
Dengan jangka waktu puluhan juta tahun sehingga gambut ini akan mengalami
perubahan fisik dan kimia akibat pengaruh tekanan (P) dan temperature (T)
sehingga berubah menjadi batubara yang dikenal dengan oroses p-embatubaraan
(Coalitification) pada tahap ini lebih dominan oleh proses geokimia dan proses
fisiska (Stch, dkk, 1982).
Proses geokimia dan fisika berpengaruh besar terhadap
pematangan batubara yaitu perubahan gambut menjadi batubara lignit, batubara
bituminous, sampai pada batubara jenis antrasit. Pematangan bahan organik
secara normal terjadi dengan cepat apabila endapannya terdapat lebih dalam, hal
ini disebabkan karena temperature bumi semakin dalam akan semakin panas. Proses
pengubahan tumbuh-tumbuhan menjadi batubara ini dikkenal dengan
cualitification. Dengan urutan zat yang dihasilkan berupa tumbuh-tumbuhan yaitu
mulai dari:
1. Gambut (Peat)
2. Lignit
3. Sub Bituminous
4. Bituminous
5.
Semi Antrasit
6.
Antrasit
7.
Meta Antrasit
Urutan proses pembentukan batubara tersebut secara
ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Peat (Gambut)
Peat atau gambut adalah tumbuh-tumbuhan yang mati dan
mengalami pembusukan dan tercampur dalam paya yang dikenal dengan peat
(gambut). Jumlah air dalam gambut ini sangat besar dan jumlah kandungan air
tersebut berkisar antara 80-90 % ketika baru ditambang dari paya. Penggunaannya
sebagai bahan bakar dalam timber karena akan menghasilkan nyala yang lebih
panjang dengan suhu yang relative rendah (Pitojo. S, 1983). Berdasarkan
lingkungan tumbuhan dan pengendapan gambut di Indonesia dapat dibagi atas dua
jenis yaitu:
- Gambut Ombrogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya hanya berasal dari air hujan. Gambut jenis ini dibentuk dalam lingkungan pengendapan dimana tumbuhan pembentuk dimasa hidupnya hanya tumbuh dari air hujan, sehingga kadar abunya adalah asli (Inherent) dari tumbuhan itu sendiri.
- Gambut Topogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya berasal dari air permukaan. Jenis gambut ini diendapkan dari sisa tumbuhan yang semasa hidupnya tumbuh dari pengaruh air permukaan tanah, sehingga kadar abunya juga dipengaruhi oleh bagian yang terbawa oleh air permukaan tersebut.
Daerah gambut topogenus lebih bermanfaat untuk lahan
pertanian bial dibanding dengan daerah gambut ombrogenus karena gambut
topogenus mengandung lebih banyak nutrisi.
Lignit yaitu suatu nama yang digunakan pada tahap
pertama lapisan Brown Coal. Pada umumnya lignit mengandung material kayu yang
sedikit mempunyai struktur yang lebih kompak bila dibandingkan dengan gambut.
Lignit mempunyai warna yang berkisar antara coklat
sampai kehitaman, lignit segar mempunyai kandungan air antara 20-45 % dan nilai
bakar 3056-4611 kal/gram, sedangkan lignit yang bebas air dan abu berkisar
antara 5566-111 111 kal/gram (Pitojo. S, 1983).
c. Sub Bituminous
Jenis batubara ini berwarna hitam mengkilap dan
mempunyai kilapan logam. Batubara ini saat ditambang kandungan air yang terkandung
mencapai 45 % dan mempunyai nilai kalor bakar sangat rendah, kandungan karbon
sedikit, kandungan abu banyak dan kandungan sulfur yang banyak.
d. Batubara Bituminous
Batubara bituminous merupakan jenis batubara yang
terpenting dan dipakai sebagai bahan bakar karena memiliki nialai kalor,
kandungan karbon yang relative tinggi, sedangkan kandungan air, kandungan abu,
dan kandungan sulfur yang relative rendah. Jenis batubara ini juga digunakan
sebagai bahan bakar dalam pembuatan kokas dan pabrik gas.
e. Batubara Semi Antrasit
Batubara semi antrasit ini merpakan
batubara yang memiliki sifat antara batubara bitumen yang mempunyai kandungan
zat terbang rendah disbanding dengan batubara antrasit yang mempunyai zat
terbang yang tinggi berkisar antara 6-14 %. Batubara ini mudah terbakar dan
warna nyalanya sedikit kekuning-kuningan.
f. Batubara Antrasit
Batubara antrasit biasanya disebut batubara keras (hard
coal) penamaan ini berdasarkan atas dasar kekerasan dan juga kekuatannya
antrasit. Batubara antrasit ini mudah untuk ditambang karena letak lapisan
didalam kerak bumi yang tidak pasti, dimana letak lapisannya kadang-kadang
tegak dan kadang-kadang juga vertical bahkan kadang-kadang juga berlekuk. Sifat
barubara ini ditentukan dari derajat kilap atau warna. Batubara antrasit
mempunyai nilai kalor dan kandungan karbon sangat tinggi dan memiliki kandungan
air atau sulfur yang relative rendah dan kandungan zat terbang tinggi berkisar
antara 8,0 %.
g. Meta Antrasit
Batubara Meta Antrasit adalah batubara dengan kelas
yang sangat tinggi dimana nilai kalorinya sangat tinggi, berkisar antara
8000-9000 kalori. Kadara air (Water content) sangat kecil kurang dari 1
%, warna hiam mengkilat, pecahan concoidal, tidak mengotori tangan bila
dipegang, menghasilkan api yang biru bila dibakar, tidak mengeluarkan asap,
tidak berbau, kadar abu dan sulfur juga sangat rendah. Batubara jenis ini
adalah antrasit yang mengalami pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi akibat
proses tektonik maupun aktivitas vulkanik yang ada di dekat endapan. Batubara jenis
ini terdapat di daerah Pensylvania, Amerika Serikat.
Reaksi Pembentukan Batubara
Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah
mati, komposisi utama terdiri dari cellulose. Proses pembentukan batubara
dikenal sebagai proses pembatubaraan (coalification). Factor fisika dan kimia
yang ada di alam akan mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina
atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut :
5(C6H10O5)
C20H22O4
+ 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulose
Lignit Gas
metan
Keterangan :
- Cellulosa (senyawa organik), merupakan senyawa pembentuk batubara.
- Unsur C pada lignit jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan jumlah unsur C pada bitumina, semakin baik kualitasnya.
- Unsur H pada lignit jumlahnya relatif banyak dibandigkan jumlah unsur H pada bitumina, semakin banyak unsur H pada lignit semakin rendah kualitasnya.
- Senyawa gas metan (CH4) pada lignit jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bitumina, semakin banyak (CH4) lignit semakin baik kualitasnya.
Geophysics Well Logging
Pengertian
Geophysics Well Logging
merupakan suatu metode geofisika yang mengukur besaran-besaran fisik batuan
reservoir yang memberikan informasi bawah permukaan yang meliputi karakteristik
litologi, ketebalan lapisan, kandungan fluida, korelasi struktur, dan
kontinuitas batuan dari lubang bor (Gordon H., 2004). Wireline Log merupakan
perekaman data pengukuran secara kontinu di suatu lubang bor menggunakan geophysics probe
yang mampu merespon variasi sifat – sifat fisik batuan setelah dilakukan
pengeboran (Reeves, 1986). Log adalah suatu grafik kedalaman dari satu set
kurva yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam
sebuah sumur (Harsono, 1993). Log dapat berupa pengamatan visual sampel yang
diambil dari lubang bor (geological log), atau dalam pengukuran fisika
yang dieroleh dari respon piranti instrumen yang di pasang didalam sumur (geohysical
log). Well loging dapat digunakan dalam bidang eksplorasi minyak dan gas,
batubara, air bawah tanah dan geoteknik.
Logging sumur adalah pengukuran
dalam lubang sumur menggunakan instrumen yang ditempatkan pada ujung kabel
wireline dalam lubang bor. Sensor yang terletak diujung kabel wireline akan
mendeteksi keadaan dalm sumur. Loging sumur dilakukan setelah drill string
dikeluarkan dari sumur. Terdapat dua kabel yang terkoneksi dengan permukaan,
kedalaman sumur direkam ketika sensor turun dan diangkat kembali untuk memulai
pendeteksian. Subset kecil dari data pengukuran dapat ditransmisikan ke
permukaan real time menggunakan pressure pulses dalam wells mud fluid
colomn. Data telemetri dari dalam tanah mempunyai bandwidth yang kecil
kurang dari 100bit per detik, sehingga informasi dapat didapat real time dengan
bandwidth yang kecil.
Konsep Dasar Logging
Seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi maka hadirlah survey geofisika tahanan jenis yang merupakan suatu
metode yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan batuan
dengan mengukur sifat kelistrikan batuan. Loke (1999) mengungkapkan bahwa
survey geofisika tahanan jenis dapat menghasilkan informasi perubahan variasi
harga resistivitas baik arah lateral maupun arah vertical. Metode ini
memberikan injeksi listrik ke dalam bumi, dari injeksi tersebut maka akan
mengakibatkan medan potensial sehingga yang terukur adalah besarnya kuat arus
(I) dan potensial (ΔV), dengan menggunakan survey ini maka dapat memudahkan
para geologist dalam melakukan interpretasi keberadaan cebakan-cebakan batubara
dengan biaya eksplorasi yang relatif murah.
Logging geofisik untuk eksplorasi batubara dirancang
tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh
berbagai data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisn batubara,
dan sifat geomekanik batuan yang menyertai penambahan batubara. Dan juga
mengkompensasi berbagai masalah yang tidak terhindar apabila hanya dilakukan
pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan penting, terutama
lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara termasuk parting dan
lain-lain.
A.Log Sinar Gamma
Prinsip dari gamma ray log
adalah perekaman radioaktivitas alami bumi, dimana sinar gamma mampu menembus
batuan dan dideteksi oleh sensor sinar gamma yang umumnya berupa detektor
sintilasi. Setiap Gamma Ray log yang terdeteksi akan menimbulkan pulsa listrik
pada detektor. Parameter yang terekam adalah jumlah pulsa yang tercatat per
satuan waktu (cacah GR). Log Sinar Gamma adalah log yang digunakan untuk
mengukur tingkat radioaktivitas suatu batuan. Radioaktivitas tersebut
disebabkan karena adanya unsur Uraniun, Thorium, Kalium pada batuan.
Ketiga
elemen ini secara terus menerus memancarkan gamma ray yang memiliki energi
radiasi yang tinggi. Kekuatan radiasi sinar gamma yang paling kuat dipancarkan
oleh mudstone dan yang paling lemah dipancarkan batubara. Terutama yang dari
mudstone laut menunjukan nilai yang ekstra tinggi, sedangkan radiasi dari
lapisan sandstone lebih tinggi disbanding batubara. Log sinar gamma
dikombinasikan dengan log utama, seperti log densitas, netron dan gelombang
bunyi, digunakan untuk memastikan batas antara lapisan penting, seperti antara
lapisan batubara dengan langit-langit atau lantai.
Skala log gamma ray dalam satuan API unit (APIU). Log
gamma ray biasanya ditampilkan pada kolom pertama, bersama – sama dengan kurva
SP dan Kaliper. Skala log gamma ray dari kiri ke kanan biasanya 0 – 100 atau 0
– 150 API. Walaupun terdapat juga suatu kasus dengan nilai gamma ray sampai 200
API untuk jenis organic rich shale. Log gamma ray sangat efektif dalam
menentukan zona permeable,
dengan dasar bahwa elemen radioaktif banyak terkonsentrasi pada shale yang
impermeable, dan hanya sedikit pada batuan yang permeable. Pada formasi yang
impermeable kurva gamma ray akan menyimpang ke kanan, dan pada formasi yang
permeable kurva gamma ray akan menyimpang ke kiri. Log gamma ray memiliki
jangkauan pengukuran 6 – 12 in. Dengan ketebalan pengukuran sekitar 3 ft.
Pengukuran dilakukan dengan jalan memasukkan alat
detektor ke dalam lubang bor. Oleh karena sinar gamma dapat menembus logam dan
semen, maka logging gamma ray dapat dilakukan pada lubang bor yang telah dipasang
casing ataupun telah dilakukan cementing. Walaupun terjadi atenuasi sinar gamma
karena casing dan semen, akan tetapi energinya masih cukup kuat untuk mengukur
sifat radiasi gamma pada formasi batuan disampingnya. Formasi yang mengandung
unsur-unsur radioaktif akan memancarkan radiasi radioaktif dimana intensitasnya
akan di terima oleh detektor dan di catat di permukaan.
Untuk memisahkan jenis-jenis bahan radioaktif yang
berpengaruh pada bacaan gamma ray dilakukan gamma ray spectroscopy. Karena pada
hakikatnya besarnya energy dan intensitas setiap material radioaktif tersebut
berbeda-beda. Spectroscopy ini penting dilakukan ketika kita berhadapan dengan
batuan non-shale yang memungkinkan untuk memiliki unsur radioaktif, seperti
mineralisasi uranium pada sandstone, potassium feldsfar atau uranium yang
mungkin terdapat pada coal dan dolomite.
Beberapa jenis batuan dapat dikenal dari variasi
kandungan fraksi lempungnya, misalnya batu lempung hamper seluruh terdiri dari
mineral lempung, batu pasir kwarsa sangat sedikit mengandung mineral lempung,
batu lanau cukup banyak mengandung mineral lempung dan sebagainya. Oleh karena
itu respo gamma dapat digunakan untuk menafsirkan jenis litologinya. Beberapa
contoh batuan sesuai sifat radioaktifnya adalah sebagai berikut:
- Radioaktifnya sangat rendah
Anhidrid, garam, batubara dan nodule silica. Silica
yang berlapis mengandung radioaktif lebih tinggi dari berbentuk nodule.
- Radioaktif rendah
Batu gamping murni, dolomite dan batu pasir. Batu
gamping dan dolomite yang berwarna gelap lebih tinggi radioaktifnya daripada
yang berwarna terang.
- Radioaktif menengah
Arkosa, pelapukan granit, batu lanau, batu gamping
lempunagn dan napal. Batu yang berwarna gelap lebih tinggi radioaktifnya
daripada yang berwarna terang.
- Radioaktif sangat tinggi
Serpih, batu lempung dan abu gunung api.
Tabel. Karakteristik Respon Sinar Gamma
Radioaktif sangat rendah
(0 – 32,5 API)
|
Radioaktif rendah
(32,5 – 60 API)
|
Radioaktif menengah
(60 – 100 API)
|
Radioaktif sangat tinggi
(>100 API)
|
Anhidrit
Salt
Batubara
|
Batupasir
Batugamping
Dolomit
|
Arkose
Batuan granit
Lempungan
Pasiran
Gamping
|
Batuan serpih
Abu vulkanik
Bentonit
|
Cara membaca repon gamma untuk mendapatkan batas
litologi adalah dengan cara mengambil sepertiga antara respon maksimal dan
respon minimal. Cara ini merupakan aturan yang ditara-ratakan untuk mendapat
ketelitian batas litologi. Biasanya aturan demikian cukup teliti untuk lapisan
batubara yang tidak banyak mengandung lapisan pemisah (parting) di
dalamnya.
Suatu hal yang perlu diperhatikan untuk dapat
mengkorelasi respon gamma dari beberapa lubang bor adalah panjang probe selama
pengukuran harus tetap dan kecepatan penaikan probe ari dalam lubang harus
tetap. Selain itu perlu pula ditinjau pengarh chasing walaupun kecil akan tetap
ada.
Sebelum bekerja dengan alat pngukur radiasi
gamma harus diadakan kalibrasi alat tersebut terhadap sumber radiasi
sinar gamma yang telah diketahui dan pembacaannya disesuaikan dengan selang
waktu ynag sesuai. Apabila selang waktu tersebut terlalu cepat respon cenderung
menjadi rata dan kurang peka terhadap perubahan litologi yang kecil. Sebaliknya
apabila selang waktu tersebut terlalu lambat perbedaan yang kecil terekam pada
respon sehingga perbedaan besar sukar terlihat.
B.Log Densitas
Awalnya penggunaan log ini dipakai dalam industri
explorasi minyak sebagai alat bantu interpretasi porositas. Kemudian dalam
explorasi batubara malah dikembangkan menjadi unsur utama dalam identifikasi
ketebalan bahkan qualitas seam batubara. Dimana rapat masa batubara sangat khas
yang hampir hanya setengah kali rapat masa batuan lain pada umumnya. Lebih
extrem lagi dalam aplikasinya pada idustri batubara karena sifat fisik ini
(rapat masa) hampir linier dengan kandungan abu sehingga pemakaian log ini akan
memberikan gambaran khas bagi tiap daerah dengan karakteristik lingkungan
pengendapannya.
Dalam operasinya logging rapat masa dilakukan dengan
mengukur sinar g yang ditembakan dari sumber melewati dan dipantulkan formasi
batuan kemudian direkam kembali oleh dua detector yang ditempatkan dalam satu ‘probe’
dengan jarak satu sama lain diatur sedemikan rupa. Kedua detector ’short’
dan ‘long space’ diamankan dari pengaruh sinar g yang datang langsung
dari sumber radiasi. Sehingga yang terekam oleh kedua detector hanya sinar yang
telah melewati formasi saja. Dalam hal ini efek pemendaran sinar radiasi
seperti ditentukan dalam efek pemendaran Compton.
Sinar gamma dari sumber radioaktif dipancar oleh
tumbukan dengan elektron di dalam lapisan tanah dan energi sinar gamma akan
hilang kepada elektron untuk setiap tumbukan (efek compton). Densitas
elektron di dalam material sebanding dengan densitas curahan atau massa (bulk
or mass density) material.
Logging densitas dilakukan untuk mengukur densitas
batuan disepanjang lubang bor. Densitas yang diukur adalah densitas keseluruhan
dari matriks batuan dan fluida yang terdapat pada pori. Prinsip kerja alatnya
adalah dengan emisi sumber radioaktif. Semakin padat batuan semakin sulit sinar
radioaktif tersebut ter-emisi dan semakin sedikit emisi radioaktif yang
terhitung oleh penerima (counter).
Density Log menunjukkan besarnya densitas lapisan yang
ditembus oleh lubang bor sehingga berhubungan dengan porositas batuan. Besar
kecilnya density juga dipengaruhi oleh kekompakan batuan dengan derajat kekompakan
yang variatif, dimana semakin kompak batuan maka porositas batuan tersebut akan
semakin kecil. Pada batuan yang sangat kompak, harga porositasnya mendekati
harga nol sehingga densitasnya mendekati densitas matrik. Log density adalah
kurva yang menunjukkan besarnya densitas “bulk density (rb)” dari batuan
yang ditembus oleh lubang bor.
Log densitas digunakan untuk mengukur densitas
semu formasi menggunakan sumber radioaktif yang ditembakkan ke formasi dengan
sinar gamma yang tinggi dan mengukur jumlah sinar gamma rendah
yang kembali ke detektor.
Karakteristik masing-masing batuan pada log densitas
adalah sebagai berikut:
- Batubara mempunyai densitas yang rendah (1,20 – 1,80 gr/cc)
- Konglomerat mempunyai densitas menegah (2,25 gr/cc)
- Mudstone, batupasir, batugamping mempunyai densitas menengah sampai tinggi (2,65 – 2,71 gr/cc)
- Batuan vulkanik basa dan batuan vulkanik non basa mempunyai densitas tinggi (2,7 – 2,85 gr/cc)
Tabel.Nilai Rapat Massa Batuan
Jenis batuan
|
Rapat massa sebenarnya (gr/cc)
|
Rapat massa saat logging (gr/cc)
|
Sandstone
|
2,650
|
2,684
|
Limestone
|
2,710
|
2,710
|
Dolomites
|
2,870
|
2,876
|
Anhidrid
|
2,960
|
2,977
|
Antrasite coal
|
1,400-1,800
|
1,355-1,796
|
Bituminous coal
|
1,200-1,500
|
1,173-1,514
|
Perekaman Data Logging
Perekaman data logging menggunakan software WellCad.
Data logging yang telah diperoleh kemudian dicetak dalam lembaran data logging
dimana terdapat nama perusahaan, nomor lubang bor, lokasi pengeboran, jenis
log, kedalaman pengeboran, kedalaman alat logging, batas atas logging mulai dieksekusi,
batas bawah logging selesai dieksekusi, nama perekam log, nama geologist
penanggung jawab serta kedalaman penggunaan chasing. Selain itu lembar data
logging juga memuat informasi mengenai grafik hasil pembacaan log gamma
dan log densitas yag kemudian dilakukan interpretasi jenis lapisan batuan
beserta kedalaman dan ketebalannya.
Interpretasi Data Logging
Interpretasi didefenisikan sebagai suatu kegiatan
untuk menjelaskan arti dari sesuatu. Sedangkan interpretasi log merupakan suatu
kegiatan untuk menjelaskan hasi perekaman mengenai berat jenis elektron.
Interpretasi log dapat menyediakan jawaban mengenai ketebalan lapisan batubara,
kedalamannya, korelasi lapisan batubara, jenis batuan roof (20 cm di
atas lapisan batubara), jenis floor (20 cm di bawah lapisan batubara),
mengetahui kondisilubang bor dan sebagainya. Log gamma digunakan bersamaan
dengan log densitas yang merupakan log geofisika yang utama dalam eksplorasi
batubara.
Langganan:
Postingan (Atom)