Minggu, 02 Februari 2014

Si "Coklat" mini


Ada yang kenal ini hewan apa??
Semut, yahh bukan juga..

Apa yah?? #@$^&^$#BinGunG

Yah mungkin ini adalah sejenis serangga. Entah berbahaya atau nggak. Aku juga nggak tau :) :) :) hehehehe




Aku nggak tau nama hewan ini. Nemunya di ujung core box sewaktu ikut drilling kemarin (selasa 28.1.14) di tengah hutan Kalimantan. Panjangnya sekitar <1.5cm, punya 2 antena seperti tanduk di kepalanya yang terlihat lucu dan panjangnya sekitar 2cm, badannya memiliki bulu-bulu halus, berwarna coklat dengan bercak-bercak hitam, punya 4 kaki yang bergerigi di ujungnya, punya sayap dan kelopak sayap.

Kalau kelihatannya sih, kulitnya keras tapi aku nggak berani nyntuh. Setelah mendapat lima jepretan, hewan ini terbang entah kemana...


Kamis, 16 Januari 2014

Sifat Fisik Mineral

Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan  penyusun atom-atom yang beraturan, maka setiap jenis mineral mempunyai sifat-sifat fisik/kimia tersendiri. Dengan mengenal sifat-sifat tersebut maka setiap jenis mineral dapat dikenal, sekaligus kita mengetahui susunan kimiawinya dalam batas-batas tertentu (Graha,1987)

Sifat-sifat fisik yang dimaksudkan adalah:
  1. Kilap (luster)
  2. Warna (colour)
  3. Kekerasan (hardness)
  4. Cerat (streak)
  5. Belahan (cleavage)
  6. Pecahan (fracture)
  7. Bentuk (form)
  8. Berat Jenis (specific gravity)
  9. Sifat Dalam
  10. Kemagnetan
  11. Kelistrikan
  12. Daya Lebur Mineral
Kilap
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena cahaya (Sapiie, 2006)
Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi  jenis:
a.    Kilap Logam (metallic luster): bila mineral tersebut mempunyai kilap atau kilapan seperti logam. Contoh mineral yang mempunyai kilap logam:
  • Gelena
  • Pirit
  • Magnetit
  • Kalkopirit
  • Grafit
  • Hematit
b.    Kilap Bukan Logam (non metallic luster), terbagi atas:
  • Kilap Intan (adamantin luster), cemerlang seperti intan.
  • Kilap kaca (viteorus luster), misalnya pada kuarsa dan kalsit.
  • Kilap Sutera (silky luster), kilat yang menyeruai sutera pada umumnya terdapat pada mineral yang mempunyai struktur serat, misalnya pada asbes, alkanolit, dan gips.
  • Kilap Damar (resinous luster), memberi kesan seperti damar misalnya pada spharelit.
  • Kilap mutiara (pearly luster), kilat seperti lemak atau sabun, misalnya pada serpentin,opal dan nepelin.
  • Kilap tanah, kilat suram seperti tanah lempung misalnya pada kaolin, bouxit dan limonit.
Kilap mineral sangat penting untuk diketahui, karena sifat fisiknya ini dapat dipakai dalam menentukan mineral secara megaskopis. Untuk itu perlu dibiasakan membedakan kilap mineral satu dengan yang lainnya, walaupun kadang-kadang akan dijumpai kesulitan karena batas kilap yang satu dengan yang lainnya tidak begitu tegas (Danisworo 1994).


Warna
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak dapat diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Sebagai contoh, kuarsa dapat berwarna putih susu, ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna. Walau demikian ada beberapa mineral yang mempunyai warna khas, seperti:
  • Putih                 :  Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O), Gypsum (CaSO4.H2O), Milky Kwartz (Kuarsa Susu) (SiO2)
  • Kuning              : Belerang (S)
  • Emas                 : Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), Ema (Au)
  • Hijau                 :  Klorit ((Mg.Fe)5 Al(AlSiO3O10) (OH)), Malasit (Cu CO3Cu(OH)2)
  • Biru                    :  Azurit (2CuCO3Cu(OH)2), Beril (Be3Al2 (Si6O18))
  • Merah                : Jasper, Hematit (Fe2O3)
  • Coklat                : Garnet, Limonite (Fe2O3)
  • Abu-abu           : Galena (PbS)
  • Hitam                : Biotit (K2(MgFe)2(OH)2(AlSi3O10)), Grafit (C), Augit
Kekerasan
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral dapat membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras .

Skala Kekerasan Mohs
Skala Kekerasan Mineral Rumus Kimia
1 Talc H2Mg3 (SiO3)4
2 Gypsum CaSO4. 2H2O
3 Calcite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite CaF2Ca3 (PO4)2
6 Orthoklase K Al Si3 O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO3O8
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C

Sebagai perbandingan dari skala tersebut di atas maka di bawah ini diberikan kekerasan dari alat penguji standar :

Alat Penguji Derajat Kekerasan Mohs
Kuku manusia 2,5
Kawat Tembaga 3
Paku 5,5
Pecahan Kaca 5,5 – 6
Pisau Baja 5,5 – 6
Kikir Baja 6,5 – 7
Kuarsa 7

 
Cerat
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah. Contohnya :
  • Pirit :  Berwarna keemasan namun jika digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan jejak berwarna hitam.
  • Hematit :  Berwarna merah namun bila digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan jejak berwarna merah kecoklatan.
  • Augite :  Ceratnya abu-abu kehijauan
  • Biotite :  Ceratnya tidak berwarna
  • Orthoklase  :  Ceratnya putih
Warna serbuk, lebih khas dibandingkan dengan warna mineral secara keseluruhan, sehingga dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi mineral (Sapiie, 2006).
 
Belahan
Balahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu atau lebih arah tertentu. Belahan merupakan salah satu sifat fisik mineral yang mampu membelah yang oleh sini adalah bila mineral kita pukul dan tidak hancur, tetapi terbelah-belah menjadi bidang belahan yang licin. Tidak semua mineral mempunyai sifa ini, sehingga dapat dipakai istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau tidak dapa dibelah. Tenaga pengikat atom di dalam di dalam sruktur kritsal tidak seragam ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui bidang-bidang tersebut. Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar dan teratur (Danisworo, 1994).
 
Contoh mineral yang mudah membelah adalah kalsit yang mempunyai tiga arah belahan sedang kuarsa tidak mempunyai belahan.  Berikut contoh mineralnya:
a. Belahan satu arah, contoh : muscovite.
b. Belahan dua arah, contoh   : feldspar.
c. Belahan tiga arah, contoh    : halit dan kalsit.
 
Pecahan
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah yang tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan sinar seperti cermin datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke segala arah dengan tidak teratur (Danisworo, 1994).
Pecahan mineral ada beberapa macam, yaitu:
  • Concoidal: bila memperhatikan gelombang yang melengkung di permukaan pecahan, seperti kenampakan kulit kerang atau pecahan botol. Contoh Kuarsa.
  • Splintery/fibrous: Bila menunjukkan gejala seperti serat, misalnya asbestos, augit, hipersten
  • Even: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan halus, contoh pada kelompok mineral lempung. Contoh Limonit.
  • Uneven: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan yang kasar, contoh: magnetit, hematite, kalkopirite, garnet.
  • Hackly: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan kasar tidak teratur dan runcing-runcing. Contoh pada native elemen emas dan perak.
Bentuk
Mineral ada yang berbentuk kristal, mempunyai bentuk teratur yang dikendalikan oleh system kristalnya, dan ada pula yang tidak. Mineral yang membentuk kristal disebut mineral kristalin. Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas disebut amorf (Danisworo, 1994).
Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas, misalnya:
a.    Bangun kubus                     : galena, pirit.
b.    Bangun pimatik                  : piroksen, ampibole.
c.    Bangun doecahedon         : garnet
Mineral amorf misalnya          : chert, flint.
 
Kristal dengan bentuk panjang dijumpai. Karena pertumbuhan kristal sering mengalami gangguan. Kebiasaan mengkristal suatu mineral yang disesuaikan dengan kondisi sekelilingnya mengakibatkan terjadinya bentuk-bentuk kristal yang khas, baik yang berdiri sendiri maupun di dalam kelompok-kelompok. Kelompok tersebut disebut agregasi mineral dan dapat dibedakan dalam struktur sebagai berikut:
  • Struktur granular atau struktur butiran yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang mempunyai dimensi sama, isometrik. Dalam hal ini berdasarkan ukuran butirnya dapat dibedakan menjadi kriptokristalin/penerokristalin (mineral dapat dilihat dengan mata biasa). Bila kelompok kristal berukuran butir sebesar gula pasir, disebut mempunyai sakaroidal.
  • Struktur kolom: terdiri dari prisma panjang-panjang dan ramping. Bila prisma tersebut begitu memanjang, dan halus dikatakan mempunyai struktur fibrous atau struktur berserat. Selanjutnya struktur kolom dapat dibedakan lagi menjadi: struktur jarring-jaring (retikuler), struktur bintang (stelated) dan radier.
  • Struktur Lembaran atau lameler, terdiri dari lembaran-lembaran. Bila individu-individu mineral pipih disebut struktur tabuler,contoh mika. Struktur lembaran dibedakan menjadi struktur konsentris, foliasi.
  • Sturktur imitasi : kelompok mineral mempunyai kemiripan bentuk dengan benda lain. Mineral-mineral ini dapat berdiri sendiri atau berkelompok.
Bentuk kristal mencerminkan  struktur dalam sehingga dapat dipergunakan untuk pemerian atau pengidentifikasian mineral (Sapiie, 2006).
 
Berat Jenis   
Adalah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Cara yang umum untuk menentukan berat jenis yaitu dengan menimbang mineral tersebut terlebih dahulu, misalnya beratnya x gram. Kemudian mineral ditimbang lagi dalam keadaan di dalam air, misalnya beratnya y gram. Berat terhitung dalam keadaan di dalam air adalah berat miberal dikurangi dengan berat air yang volumenya sama dengan volume butir mineral tersebut.
 
Sifat Dalam
Adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong, menghancurkan, membengkokkan atau mengiris. Yang termasuk sifat ini adalah
  • Rapuh (brittle): mudah hancur tapi bias dipotong-potong, contoh kwarsa, orthoklas, kalsit, pirit.
  • Mudah ditempa (malleable): dapat ditempa menjadi lapisan tipis, seperti emas, tembaga.
  • Dapat diiris (secitile): dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh, contoh gypsum.
  • Fleksible: mineral berupa lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah dan sesudah bengkok tidak dapat kembali seperti semula. Contoh mineral talk, selenit.
Blastik: mineral berupa lapisan tipis dapat dibengkokkan tanpa menjadi patah dan dapat kembali seperti semula bila kita henikan tekanannya, contoh: muskovit.

 
Kemagnitan
Adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Diatakan sebagai feromagnetic bila mineral dengan mudah tertarik gaya magnet seperti magnetik, phirhotit. Mineral-mineral yang menolak gaya magnet disebut diamagnetic, dan yang tertarik lemah yaitu paramagnetic. Untuk melihat apakah mineral mempunyai sifat magnetik atau tidak kita gantungkan pada seutas tali/benang sebuah magnet, dengan sedikit demi sedikit mineral kita dekatkan pada magnet tersebut. Bila benang bergerak mendekati berarti mineral tersebut magnetik. Kuat tidaknya bias kita lihat dari besar kecilnya sudut yang dibuat dengan benang tersebut dengan garis vertikal.

 
Kelistrikan
Adalah sifat listrik mineral dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu pengantar arus atau londuktor dan idak menghantarkan arus disebut non konduktor. Dan ada lagi istilah semikonduktor yaitu mineral yang bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu.

 

Daya lebur mineral
Yaitu meleburnya mineral apabila dipanaskan, penyelidikannya dilakukan dengan membakar bubuk mineral dalam api. Daya leburnya dinyatakan dalam derajat keleburan.

Rabu, 15 Januari 2014

Batubara



Batubara adalah benda padat berwarna coklat hingga hitam, kekerasannya kurang dari 3 skala mohs disebut ‘’Paytogenous rock’’  atau batuan  berasal dari diagnesia tumbuhan (flora) sebagai mineral energy berupa batuan yang dapat dibakar membara dan memberikan energi panas berkomposisi organic maseral sedikit mineral dengan penyusun unsur utama yaitu karbon (C), serta sedikit unsur oksigen (O), hidrogen (H), dan nitrogen (N). Sifat kimia berbagai jenis batubara ditentukan oleh jenis dan jumlah unsur  kimia yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan asalnya (PABA 1982). Adapun beberapa unsur dan kondisi yang menyebabkan suatu tumbuh-tumbuhan itu bisa  berubah menjadi batubara antara lain yaitu:

- Bakteri pembusuk                  
- Temperature
- Waktu                                   
 - Tekanan

Waktu pemanasan juga merupakan hal yang berpengaruh terhadap tingkat pematangan batubara, dimana waktu pemanasan yang lebih lama akan menghasilkan tingkat pematangan batubara yang lebih tinggi. Oleh karena itu batubara yang berumur lebih tua akan mempunyai tingkat pembatubaraan (Coalitification) yang lebih tinggi.

Tekanan juga merupakan pengaruh terhadap proses pematangan batubara, hanya saja pengaruhnya relative kecil bila dibandingkan dengan temperature dan waktu dalam hal ini tekanan hanya berfungsi untuk memadatkan bahan organic dan menekan keluar kandungan air yang ada di dalam batubara.
Perubahan komposisi kimia jenis batubara mulai dari jenis gambut (Peat) sampai pada jenis antrasit disebut tingkatan batubara (Coal rank). Tingkatan atau peringkat batubara dapat ditentukan dengan berpedoman pada beberapa parameter yang sangat penting diantaranya adalah analisis ultimat dan analisis proksimat.

 
Cara Terbentuknya Batubara
Batubara terbentuk sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan  waktu  yang  sangat lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) yang dipengaruhi oleh proses fisika dan kimia ataupun keadaan geologi.  Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. hal ini mudah cdimengerti karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan (coalification).



Apabila jaringan tumbuhan dibakar dalam suasana reduksi, yaiitu dengan cara sesudah jaringan tumbuhan disulut dengan api kemudian diatas tumpukan ditutup tanah agar tidak berhubungan dengan udara luar (agar jaringan tumbuhan tidak terbakar) maka jaringan tumbuhan (kayu) akan menjadi arang kayu. Agar nyala api yang ada di dalam kayu mati, maka kayu tersebut segera disiram dengan air sehingga terbentuknya arang kayu. Makin keras kayu yang dipergunakan sebagai bahan baku, arang kayu yang dihasilkan mutunya makin baik. Komposisi kimia utama arang kayu serupa dengan komposisi kimia utama batubara. Perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi manusia selama jangka waktu yang pendek, dengkan batubara terbrntuk oleh proses alam selama jangka waktu ratusan hingga ribuaan juta tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak parameter yang akan berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter yang berpengaruh makin tinggi mutu barubara yang terbentuk.


Tempat Terbentuknya Batubara
Berdasarkan tempat terbentuknya batubara, maka ada dua teori yang menjelaskan tentang terbentuknya batubara dialam ini yaitu: teori insitu dan teori drift (Krevelan, 1993).

A. Teori Insitu
 
Teori insitu menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan tersebut mati, namun belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.
Jenis batubara ini mempunyai penyebaran yang luas dan merata serta kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara seperti ini di Indonesia terdapat di Muara Enim Sumatera Selatan (Sukandarrumidi, 1995).


B. Teori Drift
 
Teori ini menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang atau lapisan batubara yang terbentuk jauh dari tumbuh-tumbuhan asal itu berada.

Proses pembentukan batubara ini dimana tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan diangkat oleh air dan berakumulasi disuatu tempat yang tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses cilification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas dan kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengakutan dari tempat asal ke tempat sedimentasi. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara seperti ini, di Indonesia terdapat di Delta Mahakam Purba, Kalimantan Timur (Sukandarrumidi, 1995).


Proses Pembentukan Batubara
Batubara berasal dari sisa tumbuhan yang mengalami proses pembusukan, pemadatan yang telah tertimbung oleh lapisan diatasnya, pengawetan sisa-sisa tanaman yang dipengaruhi oleh proses biokimia yaitu pengubahan oleh bakteri. Akibat pengubahan oleh bakteri tersebut, maka sisa-sisa tumbuhan kemudian terkumpul sebagai suatu masa yang mampat yang disebut gambut (Peatification) terjadi karena akumulasi sisa-sisa tanaman tersimpan dalam kondisi reduksi didaerah rawa dengan system draenase yang buruk yang mengakibat selalu tergenang oleh air, yang pada umumnya mempunyai kedalaman 0,5-1,0 meter. Gambut yang telah terbentuk lama-kelamaan tertimbung oleh endapan-endapan seperti batulampung, batulanau dan batupasir. Dengan jangka waktu puluhan juta tahun sehingga gambut ini akan mengalami perubahan fisik dan kimia akibat pengaruh tekanan (P) dan temperature (T) sehingga berubah menjadi batubara yang dikenal dengan oroses p-embatubaraan (Coalitification) pada tahap ini lebih dominan oleh proses geokimia dan proses fisiska  (Stch, dkk, 1982).

Proses geokimia dan fisika berpengaruh besar terhadap pematangan batubara yaitu perubahan gambut menjadi batubara lignit, batubara bituminous, sampai pada batubara jenis antrasit. Pematangan bahan organik secara normal terjadi dengan cepat apabila endapannya terdapat lebih dalam, hal ini disebabkan karena temperature bumi semakin dalam akan semakin panas. Proses pengubahan tumbuh-tumbuhan menjadi batubara ini dikkenal dengan cualitification. Dengan urutan zat yang dihasilkan berupa tumbuh-tumbuhan yaitu mulai dari:

1. Gambut (Peat)                     
2. Lignit                                 
3. Sub Bituminous              
4. Bituminous
5. Semi Antrasit
6. Antrasit
7. Meta Antrasit 
 
Urutan proses pembentukan batubara tersebut secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Peat (Gambut)

Peat atau gambut adalah tumbuh-tumbuhan yang mati dan mengalami pembusukan dan tercampur dalam paya yang dikenal dengan peat (gambut). Jumlah air dalam gambut ini sangat besar dan jumlah kandungan air tersebut berkisar antara 80-90 % ketika baru ditambang dari paya. Penggunaannya sebagai bahan bakar dalam timber karena akan menghasilkan nyala yang lebih panjang dengan suhu yang relative rendah (Pitojo. S, 1983).  Berdasarkan lingkungan tumbuhan dan pengendapan gambut di Indonesia dapat dibagi atas dua jenis yaitu:

  • Gambut Ombrogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya hanya berasal dari air hujan. Gambut jenis ini dibentuk dalam lingkungan pengendapan dimana tumbuhan pembentuk dimasa hidupnya hanya tumbuh dari air hujan, sehingga kadar abunya adalah asli (Inherent) dari tumbuhan itu sendiri.

  • Gambut Topogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya berasal dari air permukaan. Jenis gambut ini diendapkan dari sisa tumbuhan yang semasa hidupnya tumbuh dari pengaruh air permukaan tanah, sehingga kadar abunya juga dipengaruhi oleh bagian yang terbawa oleh air permukaan tersebut.

Daerah gambut topogenus lebih bermanfaat untuk lahan pertanian bial dibanding dengan daerah gambut ombrogenus karena gambut topogenus mengandung lebih banyak nutrisi.

b. Lignit


Lignit yaitu suatu nama yang digunakan pada tahap pertama lapisan Brown Coal. Pada umumnya lignit mengandung material kayu yang sedikit mempunyai struktur yang lebih kompak bila dibandingkan dengan gambut.
Lignit mempunyai warna yang berkisar antara coklat sampai kehitaman, lignit segar mempunyai kandungan air antara 20-45 % dan nilai bakar 3056-4611 kal/gram, sedangkan lignit yang bebas air dan abu berkisar antara 5566-111 111 kal/gram (Pitojo. S, 1983).

c. Sub Bituminous
 
Jenis batubara ini berwarna hitam mengkilap dan mempunyai kilapan logam. Batubara ini saat ditambang kandungan air yang terkandung mencapai 45 % dan mempunyai nilai kalor bakar sangat rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan abu banyak dan kandungan sulfur yang banyak.

d. Batubara Bituminous
 
Batubara bituminous merupakan jenis batubara yang terpenting dan dipakai sebagai bahan bakar karena memiliki nialai kalor, kandungan karbon yang relative tinggi, sedangkan kandungan air, kandungan abu, dan kandungan sulfur yang relative rendah. Jenis batubara ini juga digunakan sebagai bahan bakar dalam pembuatan kokas dan pabrik gas.

e. Batubara Semi Antrasit

Batubara semi antrasit ini merpakan batubara yang memiliki sifat antara batubara bitumen yang mempunyai kandungan zat terbang rendah disbanding dengan batubara antrasit yang mempunyai zat terbang yang tinggi berkisar antara 6-14 %. Batubara ini mudah terbakar dan warna nyalanya sedikit kekuning-kuningan.

f. Batubara Antrasit

Batubara antrasit biasanya disebut batubara keras (hard coal) penamaan ini berdasarkan atas dasar kekerasan dan juga kekuatannya antrasit. Batubara antrasit ini mudah untuk ditambang karena letak lapisan didalam kerak bumi yang tidak pasti, dimana letak lapisannya kadang-kadang tegak dan kadang-kadang juga vertical bahkan kadang-kadang juga berlekuk. Sifat barubara ini ditentukan dari derajat kilap atau warna. Batubara antrasit mempunyai nilai kalor dan kandungan karbon sangat tinggi dan memiliki kandungan air atau sulfur yang relative rendah dan kandungan zat terbang tinggi berkisar antara 8,0 %.

g.    Meta Antrasit
 
Batubara Meta Antrasit adalah batubara dengan kelas yang sangat tinggi dimana nilai kalorinya sangat tinggi, berkisar antara 8000-9000 kalori.  Kadara air (Water content) sangat kecil kurang dari 1  %, warna hiam mengkilat, pecahan concoidal, tidak mengotori tangan bila dipegang, menghasilkan api yang biru bila dibakar, tidak mengeluarkan asap, tidak berbau, kadar abu dan sulfur juga sangat rendah. Batubara jenis ini  adalah antrasit yang mengalami pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi akibat proses tektonik maupun aktivitas vulkanik yang ada di dekat endapan. Batubara jenis ini terdapat di daerah Pensylvania, Amerika Serikat.


Reaksi Pembentukan Batubara
Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, komposisi utama terdiri dari cellulose. Proses pembentukan batubara dikenal sebagai proses pembatubaraan (coalification). Factor fisika dan kimia yang ada di alam akan mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut :


          5(C6H10O5)                       C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
             Cellulose                           Lignit             Gas metan


      Keterangan :
  • Cellulosa (senyawa organik), merupakan senyawa pembentuk batubara.
  • Unsur C pada lignit jumlahnya relatif  lebih sedikit dibandingkan jumlah unsur C pada bitumina, semakin baik kualitasnya.
  • Unsur H pada lignit jumlahnya relatif banyak dibandigkan jumlah unsur H pada bitumina, semakin banyak unsur H pada lignit semakin rendah kualitasnya.
  • Senyawa gas metan (CH4) pada lignit jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bitumina, semakin banyak (CH4) lignit semakin baik kualitasnya.